..:: klik untuk One 4 Share versi mobile ::.. ..:: Di sini, Rp 10.000,- bekerja untuk Anda ::..

Thursday, March 31, 2011

Makna dibalik Pertemuan Bima dan Dewa Ruci [2]


lanjutan [ Makna dibalik Pertemuan Bima dan Dewa Ruci [1] } Setiap manusia, tanpa mengenal ras, bangsa, suku, dan agama; selalu mempunyai Dewa Ruci-nya sendiri-sendiri. Ia adalah hati kecil kita, yang selalu mengingatkan kita. Ia merupakan mata hati kita, yang selalu melihat secara jernih, segala hal di sekeliling kita, tanpa terpengaruh apapun. Karenanya, Dewa Ruci, selalu ‘manjing’ di dalam diri kita, yang diibaratkan sebagai Bima.

Dewa Ruci mewakili hati kecil kita, yang tidak bisa dibohongi, tidak bisa dibeli, tidak bisa diubah pendiriannya, jujur, dan selalu mengingatkan diri kita tentang berbagai hal yang kita akan, sedang, dan sudah lakukan.



Bima yang ‘orang biasa’, sebenarnya mewakili bagian dari diri ‘wadhag’ kita yang bersikap lugu, jujur, dan apa adanya. Setiap manusia, pasti mempunyai sifat ini, meskipun seringkali tertutup dengan sifat dan peri-laku lainnya yang mendominasi kehidupan kita.

Sebagai manusia biasa, seringkali kita berhadapan dengan berbagai hal dan peristiwa, yang bisa membuat kita kehilangan keteguhan hati, kesetiaan, semangat hidup, dan semangat juang. Sesekali, kita pasti merasakan juga seakan-akan dunia sudah melupakan kita, atau seakan menghilangkan peran kita. Karenanya, kita seringkali menjadi jengkel, marah, atau mungkin saja timbul dendam kesumat, terhadap sesuatu hal yang kita hadapi. Akibatnya, bisa saja kita lalu bersikap masa bodoh. Jika kesedihan kita sedemikian memuncaknya, maka mungkin saja kita membuat keputusan yang jauh lebih drastis dari pada yang kita bayangkan, yaitu mengakhiri hidup kita. Mungkin, maksud kita mau melupakan semua hal yang merumitkan dan menyulitkan kehidupan kita. Tetapi, apakah benar seperti itu, jalan yang hendak kita jalani?

Sebagai manusia biasa, kita bisa saja membuat keputusan dan tindakan yang bagi orang lain merupakan suatu tindakan konyol. Tetapi, jika kita mulai memahami segala hal secara jernih, sangat mungkin hal itu tidak akan terjadi. Tetapi, siapakah yang mengingatkan kita pertama kali tentang apa yang kita pikirkan dan hendak kita lakukan. Apakah kita selalu merenungkan hal ini? Kita seringkali merasa sendirian, tak mempunyai teman, tak mempunyai sahabat, merasakan kesepian yang luar biasa. Bahkan perasaan ini juga bisa timbul saat kita berada di tempat yang sangat ramai.

Intinya, kita sebagai pengejawantahan Bima, bisa saja mencapai suatu tahap ‘suci’ (seperti diceritakan dalam pewayangan, pada lakon ‘Bima Suci’), jika kita mau mendengar apa yang dikatakan oleh Dewa Ruci, hati kecil kita. Dengan demikian, jika kita mau berlaku seperti itu, maka akan mengalami kehidupan yang jauh lebih baik, lebih damai, serta bisa mengerti dan menerima, mengapa orang memperlakukan kita dengan suatu perlakuan tertentu (kadang-kadang kita diperlakukan secara baik, kadang-kadang kita diperlakukan secara buruk).

Jika mengerti berbagai hal itu, maka sama dengan kita mulai mengerti siapa diri kita, siapa jati diri kita, mengerti untuk apa kita ada, dan akhirnya juga kepada siapa kita akan kembali nanti. Seperti sering diceritakan oleh Ki Dhalang dalam dunia pewayangan, “mangerti sangkan paraning dumadi”.


dari: wayangprabu.com

Butik Online ( tinyurl.com/TokoCewek )***TIPS n TRIK Bisnis Online ( tinyurl.com/cuma50saja )
**

No comments:

Post a Comment

..::klik untuk One 4 Share versi mobile ::.. _ __