..:: klik untuk One 4 Share versi mobile ::.. ..:: Di sini, Rp 10.000,- bekerja untuk Anda ::..

Tuesday, June 8, 2010

Pelajaran dalam Hidup

Pelajaran dalam HIDUP

Suatu hari saya menggantikan teman saya mengajar di Pelatih Centre, tetapi yang datang hanya empat murid, walaupun begitu saya dengan sungguh-sungguh dan konsentrasi penuh mengajar mereka selama 2.5 jam, waktu pulang ke rumah hari sudah gelap, jalanan licin saya sempat jatuh, seluruh badan kena lumpur. Sesudah peristiwa itu, ada seorang teman menasehati saya, mengapa harus begitu serius mengajar, padahal dengan sembarangan membuat 2 buah soal supaya dikerjakan murid sudah cukup, saya menjawab saya tidak mungkin mengabaikan empat murid itu. Teman saya tidak mengerti, sesungguhnya saya masih ada ganjalan di hati yang belum bisa saya ungkapkan kepada teman saya.





Saya teringat kejadian waktu kuliah di semester 2, pada suatu sore akhir minggu saya mempunyai pelajaran di kelas pembimbing. Dosen kami seorang dosen tamu yang diundang dari universitas lain. Waktu itu baru awal kuliah, akhir minggu di kampus mempunyai banyak kegiatan, murid sekelas semua sibuk penuh semangat dengan kegiatan masing-masing, tidak ada yang berminat masuk kelas belajar, saya sendiri bergabung di salah satu regu sepak bola, yang siap untuk bertanding, maka setiap hari sibuk berlatih di lapangan, tentu saja tidak bermaksud masuk ke kelas untuk belajar, apalagi hanya kelas pembimbing.

Saya terburu-buru lari ke lapangan sepak bola, sampai dilapangan baru sadar saya lupa membawa sepatu bola, terpaksa saya kembali ke ruang kelas, baru memasuki ruang kelas, tiba-tiba langkah saya terhenti, ruang kelas kosong, yang ada cuma seorang tua yang kepalanya penuh uban duduk di barisan pertama menundukkan kepala sambil menyeka keringat. Tiba-tiba saya teringat sore ini ada pelajaran, saya tidak mengerti mengapa perasaan saya sangat tegang, dengan langkah ringan perlahan-lahan saya berjalan menuju kursi. “Datang belajar” suara yang berat berkumandang di barisan pertama, saya merasa ada sorot mata yang tajam menembus ke dalam hati, saya tidak bersuara duduk di kursi sambil memakai sepatu bola kaki, ketika saya berdiri hendak kembali ke lapangan, dia tiba-tiba membalikkan badan sambil berkata sepatah demi sepatah berjalan mendekati saya: ”Walaupun hanya ada satu murid, saya tetap akan mengajar tidak boleh mengabaikan kamu.”

Perkataan ini bagaikan sebuah paku yang memaku saya di kursi. Dia lalu berjalan menuju podium, punggungnya bongkok menunjukan ketuaannya, tetapi langkahnya mantap. Saya melihat dia membuka map yang penuh dengan lembaran-lembaran dan membalikkan badannya, dengan serius menulis inti pelajaran di papan tulis, suaranya yang berat dan jelas berkumandang menggetarkan hati diruang kelas yang kosong ini, saya pelan-pelan membuka sepatu bola dan mengeluarkan buku pelajaran dengan hati-hati meletakkan di atas meja dengan perasaan yang hikmat menghayati semua perkataan dan gerakan dosen kami ini.



Akhirnya banyak murid-murid yang berada dilapangan bola kembali ke kelas, juga seperti saya duduk dengan penuh konsentrasi mendengar dosen yang penuh uban ini mengajar. Belakangan saya baru menggetahui mereka yang dilapangan lama menunggu saya tidak muncul, maka mereka datang mencari saya, melalui jendela ruang kelas mereka melihat keadaan didalam kelas, semua saling memandang dengan pelan-pelan melalui pintu belakang memasuki ruang kelas. Waktu berlalu sangat cepat, saya berharap waktu bisa berjalan lebih lambat dengan demikian bisa lebih banyak murid datang mendengar kuliah dosen ini, dengan demikian baru merasa tidak mengabaikan hati dia, setelah selesai memberi kuliah dia menepuk bubuk kapur tulis yang ada dibajunya, mengganggukkan kepalanya kepada saya mengambil mapnya lalu keluar dari ruang kelas. Saya melihat kepalanya yang beruban dengan punggung yang bongkok hati saya sangat terharu dengan mata berkaca-kaca melihat dia berlalu dari ruang kelas.

Setelah itu, saya tidak pernah menjumpai dosen ini lagi, tetapi perkataan dia terpahat dalam hati saya. Sungguh, meskipun berjumpa dengan keadaan yang sulit yang bagaimanapun, kita jangan mengabaikan kepercayaan dan kehormatan orang lain, karena hanya dengan sifat tulus menjalani hidup ini, ketika kita mengenang kembali masa lalu, kita tidak akan merasa malu dan menyesal.



sumber:erabaru.net

No comments:

Post a Comment

..::klik untuk One 4 Share versi mobile ::.. _ __